Jakarta - Kesulitan BBM bersubsidi di Kabupaten Berau, Kaltim, belum teratasi sampai saat ini. Kuat dugaan mafia BBM menjadi biang kesulitan masyarakat memperoleh BBM subsidi di SPBU yang beroperasi di Berau, salah satu kabupaten di utara Kaltim.
Dugaan mafia BBM itu mengemuka, menyusul penelusuran Pansus BBM DPRD Kabupaten Berau yang bekerja efektif dalam 2 bulan terakhir ini. Pansus pun mengantongi sejumlah bukti-bukti yang menguatkan dugaannya.
"Dugaan penyalahgunaan dan adanya mafia BBM itu mengemuka karena ada dasar-dasarnya. Pertamina menegaskan, kuota BBM subsidi di Berau, secara riil mencukupi. Itu disampaikan Pak Edwin (perwakilan Pertamina yang berkantor di Tarakan). Tapi faktanya di lapangan?" kata Ketua Pansus BBM DPRD Berau, Anwar, kepada detikFinance saat dihubungi, Selasa (18/9/2012) siang WITA
Anwar menerangkan, terdapat beberapa poin penting pendistribusian BBM subsidi di Berau, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pendistribusian BBM subsidi, seharusnya diangkut dengan menggunakan truk tangki yang direkomendasikan Pertamina.
"Ini malah tidak begitu. Penelusuran kita, ada 5 truk tangki yang mengangkut BBM bersubsidi meski berlogo Pertamina. Tapi truk itu milik dari pemilik SPBU. Seharusnya, itu tidak boleh dan harus transportir khusus. Pertamina sudah menegaskan itu (tidak boleh), tapi tidak ada tindak lanjutnya," tegas Anwar.
"Persoalan pengawasan SPBU, SPBU punya otoritas untuk menutup atau mengoperasikan SPBU-nya. Tapi tidak ada yang bisa memastikan kalau BBM subsidi yang dijualnya benar-benar habis. Beberapa jam kemudian, setelah tutup, ternyata buka kembali," ujar Anwar.
Anwar menegaskan, BBM bersubsidi seharusnya bisa diawasi agar pendistribusiannya benar-benar sampai kepada masyarakat yang berhak. Menurut Anwar, Pertamina lepas tangan saat truk tangki meninggalkan depo yang berlokasi di Samburakat, Kecamatan Gunung Tabur.
"Pertamina dan aparat itu harusnya mengawasi apakah truk tangki yang keluar dari depo benar-benar sampai ke SPBU. Apakah benar-benar BBM subsidi itu dipergunakan masyarakat Berau dan sekitarnya. Siapa yang menjamin BBM subsidi itu sampai ke masyarakat? Siapa?" tambahnya.
"Masyarakat di Berau sudah tidak percaya lagi dengan Pertamina dan aparat. Pertamina yang berkantor di Tarakan, khususnya Pertamina yang bertanggungjawab tentang BBM subsidi di Berau," tegas Anwar lagi.
Anwar menegaskan, akan membawa data-data yang dimiliki pansus dan melaporkannya ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan gas (BPH Migas), terkait persoalan BBM yang tidak pernah ada habisnya di Kabupaten Berau.
"Sudah kita laporkan kondisi ini ke Pertamina, tidak ada tindaklanjut dan kondisinya masih seperti ini. Pernah kita hearing dengan Pertamina. Kita layangkan 2 kali surat untuk menghadiri hearing. Sampai surat ketiga, perwakilan Pertamina datang, tapi yang menghadiri tidak pada kompetensinya," keluh Anwar.
"Masukan kita sebagai wakil rakyat, seharusnya segera ditanggapi. Sekali lagi saya tegaskan, masyarakat sudah tidak lagi memiliki kepercayaan dengan Pertamina dan aparat, terkait persoalan BBM ini sampai akhirnya kami membentuk pansus," ketus Anwar.
Anwar juga merinci, data dan informasi yang dihimpun pansus, setiap harinya SPBU di Kabupaten Berau mendapat jatah BBM subsidi berupa bensin Premium rata-rata 20 ton dan solar rata-rata 10 ton.
Terdapat enam SPBU di Kabupaten Berau yakni SPBU Budi Terang, SPBU Daria Wati, SPBU Kilang Bujangga, SPBU Samutera Mandiri, SPBU Era DNA Cemerlang, serta SPBU H Isa III. Adapun APMS yang beroperasi adalah APMS Tiara Sakti serta APMS Era DNA Cemerlang.
"Sekali lagi saya sampaikan, BBM subsudi selalu dikatakan mencukupi untuk masyarakat Berau. Tapi apa yang terjadi di lapangan? Persoalan ini sudah berlangsung lama," tutupnya.
Sebelumnya, menurut laporan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), seringkali terjadi penyelundupan BBM subsidi yang jumlahnya lumayan. Terakhir, ada sekitar 1.700 KL BBM subsidi diduga yang diselundupkan di Kalimantan. Bahkan ada juga oknum aparat keamanan yang juga membekingi BBM subsidi untuk diselundupkan ke industri.
Bahkan Menteri ESDM Jero Wacik mengakui, selama ini penyelundupan BBM subsidi makin banyak karena harga BBM subsidi yang terlalu murah yaitu Rp 4.500 per liter dibandingkan BBM non subsidi sekitar Rp 9.700 per liter.
Jero Wacik tak menampik adanya penyelundupan BBM subsidi. Bahkan menurut Jero, aksi penyelundupan BBM subsidi makin banyak walaupun sudah banyak yang tertangkap. Hal ini salah satunya disebabkan oleh makin lebarnya perbedaan harga antara BBM subsidi dengan BBM non subsidi.
"Kita sudah tangkap mereka, tapi yang menyelundup makin banyak lagi, semakin banyak akal-akalan mereka", kata Jero.
(dnl/dnl)